Operasi Kinerja Blibli Sebelum IPO Resmi

Blibli (PT Global Digital Niaga Tbk) menjadi startup teknologi selanjutnya yang akan melakukan IPO di Indonesia. Saat ini, proses penawaran awal sudah mulai dibuka hingga 24 Oktober 2022, sebelum resmi tercatat di BEI pada 7 November 2022 dengan ticker “BUY”.

Berdasarkan prospektus, Blibli akan menerbitkan 17,77 miliar saham atau setara dengan 15% dari modal ditempatkan dan disetor perusahaan. Harga penawaran per lembar saham adalah Rp410-Rp460. Dari implementasi ini, Blibli berpotensi menghimpun dana segar sebesar Rp. 7,28 triliun menjadi Rp. 8,17 triliun.

Sebagian besar dana hasil IPO akan digunakan untuk melunasi utang perseroan sebesar Rp. Kemudian sisanya digunakan oleh perusahaan dan anak perusahaan sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan.

Pada saat yang sama, perusahaan juga menerapkan program Management and Employee Stock Option Plan (MESOP) dengan mengalokasikan 3,6 miliar lembar saham. Jumlah tersebut setara dengan 2,99% saham dari modal ditempatkan dan disetor penuh yang dimiliki perseroan.

Dengan pelaksanaan IPO, komposisi kepemilikan saham Blibli akan berubah. PT Global Investama Andalan menjadi 83,8%, komunitas 15%, dan sisanya 1,2% akan dimiliki oleh perorangan, yang terdiri dari Kusumo Martanto, Honky Harjo, Lisa Widodo, Hendry, dan Andy Utomo. Kinerja keuangan

Ekuitas Blibli setelah IPO, dengan mempertimbangkan program ESA (Employee Stock Allocation) dan MESOP, akan mencapai Rp 30,5 triliun atau sekitar $2 miliar. Sebagai perbandingan, kapitalisasi pasar BUKA saat ini sebesar Rp25 triliun ($1,6 miliar), sedangkan GOTO sebesar Rp244 triliun ($15 miliar).

Sektor teknologi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak secara global sepanjang tahun ini, seiring dengan melemahnya perekonomian. Bursa Efek Indonesia sendiri, sebagai benchmark, memberikan kinerja positif 3,5% dari awal tahun.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, per 30 Juni 2022, Blibli memiliki aset senilai Rp. 16,8 triliun, terdiri dari aset lancar Rp. 5,38 triliun dan aset tidak lancar sebesar Rp. 11,48 triliun. Angka ini turun 18,7% year-to-date dari Rp18,3 triliun pada 2021.

Selanjutnya mencatatkan laba bersih sebesar Rp. 6,7, naik sekitar 123% year-on-year dari sebelumnya Rp. 2,9 triliun. Meski begitu, Blibli tetap merugi periode berjalan Rp 2,5 triliun, naik 123,5% dari periode sebelumnya Rp 1,11 triliun. Kondisi ini mencerminkan pertumbuhan rugi EBITDA yang meningkat 65,3% dari Rp1,3 triliun menjadi Rp2,29 triliun.

Perusahaan juga memaparkan indikator kinerja lainnya berdasarkan Total Processing Value (TPV), Gross Profit Before Discount (GPBD), Yearly Transacting Users (YTU), Take Rate, Monthly Active Consumers (MAU), dan Average Order Value (AOV).

Kontributor bisnis terbesar Blibli berdasarkan TPV berasal dari bisnis Ritel 3P sebesar Rp 5,6 triliun per Maret 2022. Kemudian disusul oleh Ritel 1P sebesar Rp 2,12 triliun, Institusi Rp 1,36 triliun, dan Toko Fisik Rp 937 miliar. Total TPV yang berhasil dicetak adalah Rp. 10 triliun, naik 94,5% year-on-year dari sebelumnya Rp. 5,14 triliun.

Namun berdasarkan Take Rate, kontribusi Physical Store lebih besar yaitu 19,8%. Sedangkan dari 1P Ritel hanya 5%, Ritel 3P 4%, dan Institusi 1%. Dalam prospektus tersebut, perseroan meyakini segmen 1P Retail dapat meningkatkan Take Rate jangka panjang perseroan. Sementara itu, untuk jangka pendek dan menengah, penambahan segmen Toko Fisik pada tahun 2021 telah memberikan tambahan TPV bagi perusahaan yang diuntungkan dengan Take Rate yang kuat.

Take Rate dapat diartikan sebagai komisi yang diambil oleh perusahaan dari nilai transaksi. Artinya, semakin tinggi persentase Take Rate, semakin baik bagi perusahaan karena lebih berkelanjutan.

Menurut definisi, 1P Retail menawarkan berbagai produk dan layanan pihak pertama (“1P”) yang dibeli secara grosir dan dijual secara eceran kepada konsumen. Jika, 3P membawahi pihak ketiga independen (“3P”) yang menjual produk dan layanan yang ditawarkan langsung kepada konsumen (“segmen “3P Ritel”), baik melalui Blibli maupun tiket.com.

Untuk total MAU, perusahaan mencatatkan peningkatan dari 32,5 juta pengguna menjadi 45,7 juta pengguna. Sedangkan AOV gabungan meningkat dari Rp622.603 menjadi Rp842.845. Perseroan menyampaikan, peningkatan AOV dan MAU disebabkan oleh meningkatnya permintaan produk lifestyle dan travel seiring dengan pencabutan bertahap pembatasan terkait pandemi, serta peningkatan aktivitas pemasaran.

Sumber :

By sakha